Ramah. Itulah kesan pertama saat Radar menemui Danbrigif 13/1 Kostrad, Letkol Inf Windiyatno beberapa waktu lalu. Di tengah kesibukannya, pria yang baru bertugas di Tasik sejak Maret 2014 lalu ini menyediakan waktu luang untuk berbincang-bincang mengenai pengalamannya di dunia militer.
Sambil menikmati teh hangat siang itu, Windiyatno menceritakan kisah-kisahnya mulai dari awal karir hingga pengalaman-pengalaman tak terlupakan selama bertugas. “Sebenarnya cita-cita saya dulu ingin jadi insinyur. Tapi jadinya begitu lulus SMA tahun 1989, saya ikut tes di Akabri dan lulus,” kata pria yang menghabiskan masa kecil di Pemalang ini.
Baginya, berkarir di dunia militer memberikan banyak pelajaran. Nilai-nilai yang diajarkan sama dengan nilai-nilai agama yang dianutnya. Seperti kepatuhan dan kedisplinan. “Dalam sholat kita harus disiplin mengenai waktu dan juga patuh terhadap perintah. Sama dengan di militer, apapun tugas dan perintah wajib kita laksanakan dengan disiplin,” katanya.
Lazimnya orang yang berkarir di dunia militer, Windiyatno pun sering bertugas ke tempat jauh. Seperti Timor-timur, Irian Jaya, dan Aceh. Penugasan operasi yang pertama yakni tahun 1996 ke Timor-timur yang sedang bergejolak. “Tapi karena telah dilatih, kami sudah memiliki bekal selama bertugas di sana. Sangat bersyukur saya selalu dilindungi dan selamat,” kata pria kelahiran Pemalang, 24 Januari 1970.
Tahun 1998, dirinya pun dikirim lagi bertugas ke Timor-timur. Bahkan saat itu Windiyatno masih berstatus pengantin baru. “Baru dua minggu menikah, saya harus sudah bertugas. Tapi istri saya memang sangat pengertian, dia sudah mengerti risiko pekerjaan saya,” kata suami dari Infita Kamalia SE ini.
Pengalaman lain yang tidak terlupakan saat penugasan operasi yaitu saat dirinya bertugas di Irian Jaya tahun 2001. Tidak hanya kondisi sosial yang sedang genting di sana, kondisi alamnya pun kurang bersahabat dengan banyaknya nyamuk penyebab penyakit malaria. “Di Irian Jaya saya sempat menjadi guru SD. Itu salah satu pengalaman yang tidak bisa dilupakan. Pernah juga terkena malaria meski gaya hidup bersih dan sehat telah dilakukan. Penyakit tersebut saat itu telah merenggut nyawa penduduk karena belum ada penanganan secara prima,” katanya.
Selama berada di daerah operasi, jiwa kepemimpinan Windiyatno sangat terasah. Dirinya harus membangun dan mengatur strategi jika ada gejolak. “Cita-cita saya menjadi insinyur yang mampu membangun rumah dan bangunan memang mungkin tidak terlaksana, tetapi saya sangat puas bisa menjadi insinyur perang dimana saya juga harus mampu membangun strategi,” kata Windiyatno.
0 komentar:
Posting Komentar