Namun hal tersebut disayangkan berbagai pihak. Mulai dari guru hingga orang tua murid. Seperti yang diungkapkan Affi Endah Navilah MPd, guru SMPN 11 Tasikmalaya. “TIK cukup penting dilatihkan kepada anak-anak karena kita menghadapi era global dimana penguasaan TIK merupakan hal yang harus dikuasai,” katanya. “Kalau dulu, buta huruf itu adalah orang yang tidak bisa membaca dan menulis, kalau sekarang buta huruf itu adalah orang yang tidak bisa bahasa inggris dan TIK,” kata Affi, kemarin (12/8).
Sementara menurut Lucy Dian Rosalin, orang tua murid mengungkapkan ditiadakannya mata pelajaran TIK adalah sebuah kemunduran bagi pendidikan Indonesia. Alasannya, dinamika perkembangan zaman membutuhkan TIK sebagai alat untuk merespon perkembangan tersebut. “Jika TIK tidak didalami di sekolah formal, generasi-generasi muda akan tertinggal karena bagaimanapun globalisasi tidak bisa dihindarkan,” kata trainer komunikasi di Sekolah Komunikasi Miracle ini.
Di beberapa sekolah, selain dijadikan media pembelajaran dengan maksud pengintegrasian mata pelajaran, TIK juga dijadikan sebagai ekstrakulikuler. Menurut Lucy, ketika TIK hanya dijadikan ekstrakulikuler maka pembelajarannya pun tampak akan kurang efektif. “Ekskul kan pilihan, tidak wajib. Tentu saja tidak semua anak mau ikut ekskul tersebut padahal kemampuan TIK itu wajib dimiliki karena sudah menjadi tuntutan zaman,” katanya.
Namun Lucy menyadari kebijakan tersebut pasti dikeluarkan setelah melalui proses pertimbangan dan pengkajian yang panjang dan bijaksana. “Bisa jadi kebijakan itu dibuat sebagai langkah agar pemerintah tidak perlu menyiapkan infrastuktur komputer. Karena adanya materi TIK menuntut paksa pemerintah menyediakan fasilitas komputer,” kata Lucy. “Mungkin anggaran pendanaan pemerintah belum cukup untuk membangun lab komputer di seluruh sekolah di Indonesia,” pungkasnya.
0 komentar:
Posting Komentar